-->

Wednesday, February 5, 2025

Analisis Kebijakan Perguruan Tinggi dalam Pengelolaan Pertambangan: Tinjauan dari Aspek Akademik dan Teknis

Analisis Kebijakan Perguruan Tinggi dalam Pengelolaan Pertambangan: Tinjauan dari Aspek Akademik dan Teknis




Oleh: Mohammad Antony Wijaya
Dewan Pengawas Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan Indonesia

GENCARNEWS.COM, JAKARTA. Rapat Paripurna DPR RI ke-11 masa persidangan tahun sidang 2024-2025 menyepakati perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Revisi ini mencakup empat poin penting: percepatan hilirisasi mineral dan batubara, pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat keagamaan, perguruan tinggi, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Salah satu poin yang menuai perhatian adalah pemberian IUP kepada perguruan tinggi. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan terkait urgensi dan relevansinya dengan fungsi utama institusi pendidikan tinggi. Sebagai lembaga yang diamanatkan untuk mencetak sumber daya manusia berkualitas dan berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, keterlibatan perguruan tinggi dalam bisnis pertambangan dinilai berpotensi menggeser orientasi akademis menuju kepentingan komersial.

Dalam konteks global, best practice menunjukkan bahwa pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan kualitas pendidikan melalui pendanaan yang memadai dari anggaran negara. Negara-negara maju seperti Singapura, misalnya, mengalokasikan 60-70% dari anggaran pendidikan untuk memastikan kualitas dan akses yang merata.

Keterlibatan perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang perlu ditinjau dari dua aspek utama: aspek akademik dan aspek teknis pertambangan.

1. Tinjauan dari Aspek Akademik
a. Perguruan Tinggi Berpotensi Kehilangan Orientasi Pendidikan
UU Nomor 12 Tahun 2012 menegaskan bahwa perguruan tinggi bertugas menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Pemberian hak kelola pertambangan dikhawatirkan akan memalingkan fokus perguruan tinggi dari mandat utamanya, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

b. Kualitas Perguruan Tinggi Indonesia Masih Tertinggal
Menurut QS Sustainability Ranking 2025, perguruan tinggi di Indonesia masih tertinggal secara global. Universitas Gadjah Mada (UGM), yang berada di peringkat 383 dunia, menjadi institusi dengan peringkat tertinggi di Indonesia. Selain itu, berbagai tantangan seperti minimnya sarana pendidikan bermutu, mahalnya biaya pendidikan, dan ketidakpastian hasil pendidikan menunjukkan bahwa perguruan tinggi di Indonesia perlu lebih fokus pada peningkatan kualitas akademik ketimbang terlibat dalam bisnis pertambangan.

c. Perguruan Tinggi sebagai Pilar Kontrol Kekuasaan
Dalam sistem demokrasi, perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai institusi yang menjalankan kontrol sosial melalui kebebasan akademik. Hal ini diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2012, yang menegaskan kebebasan akademik sebagai instrumen penting dalam menjaga independensi perguruan tinggi. Namun, keterlibatan dalam bisnis tambang berpotensi mengurangi sensitivitas kampus dalam mengkritisi kebijakan pemerintah, menjadikannya lebih rentan terhadap intervensi politik.

d. Perguruan Tinggi sebagai Laboratorium Peradaban
Perguruan tinggi seharusnya menjadi laboratorium peradaban yang berfokus pada pengembangan sumber daya manusia. Dengan tantangan seperti rendahnya minat baca masyarakat Indonesia—yang menurut data UNESCO hanya mencapai 0,001%—fokus pemerintah seharusnya diarahkan pada peningkatan kualitas pendidikan dan bukan membuka peluang bisnis pertambangan bagi perguruan tinggi.

2. Tinjauan dari Aspek Teknis Pertambangan
a. Pertambangan adalah Industri yang Kompleks dan Berisiko Tinggi
Industri pertambangan melibatkan tahapan yang kompleks, mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, hingga kegiatan pasca-tambang. UU Nomor 3 Tahun 2020 menyebutkan bahwa pengelolaan tambang memerlukan kompetensi tinggi untuk memastikan penerapan kaidah pertambangan yang baik (good mining practice). Memberikan izin kepada perguruan tinggi tanpa pengalaman dalam industri ini dikhawatirkan akan membebani mereka di luar kompetensi inti akademik.

b. Pertambangan Memerlukan Modal Besar
Pertambangan adalah industri padat modal. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018, pemegang IUP wajib menyediakan jaminan reklamasi dan biaya teknis lainnya sebelum operasi produksi. Keterlibatan perguruan tinggi dalam industri ini dikhawatirkan akan mengalihkan dana yang seharusnya digunakan untuk pengembangan akademik.

c. Dampak Lingkungan yang Signifikan
Pertambangan juga dikenal sebagai salah satu penyumbang terbesar kerusakan lingkungan. Penelitian PNAS (2022) oleh Stefan Giljum dari Universitas Vienna menunjukkan bahwa industri pertambangan menyebabkan hilangnya 3.264 km² hutan, dengan Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak paling parah. Data Kompas.id (2022) juga mencatat bahwa Indonesia menyumbang 58,2% deforestasi global akibat industri pertambangan. Dengan potensi pencemaran lingkungan yang tinggi, pengelolaan tambang seharusnya dilakukan oleh pihak profesional yang berpengalaman, bukan institusi pendidikan.

Revisi UU Minerba yang memberikan izin pengelolaan pertambangan kepada perguruan tinggi dinilai sebagai kebijakan yang belum matang dan cenderung pragmatis. Kebijakan ini berpotensi menjadi bumerang, baik bagi dunia pendidikan maupun sektor pertambangan itu sendiri. Perguruan tinggi seharusnya tetap berfokus pada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas dan menjaga perannya sebagai institusi kontrol sosial dalam dinamika demokrasi Indonesia.

(Ant, Deza)

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2019 GENCAR NEWS | All Right Reserved